1.
Arti Makanan
Halal dan Haram
Makanan
halal adalah makanan yang boleh dimakan oleh umat Islam.Semua makanan yang baik
(tayyibah) adalah halal (Tim Bina Karya, 2009: 3). Hal yang dimaksud dengan
baik adalah yang bermanfaat demi kelangsungan hidup manusia yang menyangkut
jasmani, rohani, dan akalnya. Sedangkan makanan haram adalah segala jenis
makanan yang dilarang dimakan oleh umat Islam.
Makanan yang halal ialah makanan yang
dibolehkan untuk dimakan menurut ketentuan syari’at Islam, yakni baik berupa
tumbuhan, buah-buahan ataupun binatang yang di ajarkan di dalam
Al-Qur’an.Firman Allah:
يَأَيُّهَاالنَّاسُ
كُلُوامِمَّافِي الْأَرْضِ حَلَلاً طَيِّباًوَلاَتَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ
الشَّيْطَآنِ إِنَّهُ,لَكُمْ عَدُوٌّمُّبِيْنٌ (168)
Artinya: “ Hai sekalian manusia, manakalah yang halal
lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
nyata bagimu” (Q.S Al-Baqarah 168).
Sedangkan
haram artinya adalah dilarang (Tim Bina Karya, 2009: 14). Jadi, makanan haram
adalah makanan yang dilarang dikonsumsi oleh umat Islam. Setiap makanan yang
dilarang oleh Allah pasti mengandung maksud tertentu, yaitu membahayakan bagi
kesehatan tubuh manusia. Meninggalkan perbuatan yang dilarang oleh Allah akan
mendapat pahala. Namun dalam keadaan darurat, makanan yang diharamkan boleh
dimakan secukupnya saja. Contohnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup agar tidak mengakibatkan kematian.
Beberapa jenis
makanan yang halal,
yaitu:
a.
Binatang ternak
yang disembelih dengan menyebut nama Allah, seperti kabing, kerbau, sapi, ayam,
dan sebagainya
b.
Biji-bijian,
seperti padi, jagung, kedelai, kacang, dan sebagainya
c.
Umbi-umbian,
seperti kentang, wortel, lobak, ketela pohon, dan sebagainya
d.
Sayur-mayur,
seperti bayam, kangkung, sawi, selada dan sebagainya
e.
Buah-buahan,
seperti anggur, manga, rambutan, dan sebagainya
Makanan yang halal
dapat ditentukan menurut beberapa kriteria (Tim Bina Karya, 2009: 4) di bawah
ini, yaitu:
a.
Semua makanan
yang baik, tidak kotor, dan tidak menjijikan
b.
Semua makanan
yang tidak diharamkan oleh Allah SWT
c.
Semua makanan
yang tidak memberikan mudharat, tidak membahayakan kesehatan jasmanai, tidak merusak
akal, moral, dan akidah
d.
Binatang yang
hidup di air, baik laut maupun tawar
Makanan yang dilarang
atau haram dimakan berdasarkan Firman Allah dalam Q.S Al Maidah ayat 3 yang
artinya:
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan)
yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh,
yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya. Dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.Dan
(diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah.”
Berdasarkan
ayat tersebut, dapat diketahui bahwa makanan yang diharamkan yaitu: Bangkai,
darah, babi, binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Makanan dapat
dikatakan haram dengan kriteria sebagai berikut(Tim Bina Karya 6, 2009: 15) :
a.
Semua makanan
yang diharamkan oleh Allah dan Rsulullah
b.
Semua makanan
yang kotor dan menjijikan
c.
Bagian yang
dipotong dari binatang yang masih hidup
d.
Semua jenis
makanan yang mendatangkan mudharat (keburukan) yang dapat mengganggu kesehatan
e.
Makanan yang
didapat dengan cara yang tidak halal
2.
Minuman halal dan
haram
Minuman
merupakan kebutuhan pokok sehari-hari. Manuasia memerlukan banyak air dalam
tubuhnya untuk melarutkan zat-zat makanan. Jika manusia tidak kekurangan minum,
makan akan menimbulkan
kehausan. Minuman yang boleh dikonsumsi oleh umat Islam adalah minuman yang
halal, yaitu minuman bersih (suci), tidak beracun, tidak merusak tubuh dan
tidak memabukkan (Tim Bina Karya 6, 2009: 5). Sedangkan minuman yang
tidak boleh dikonsumsi adalah minuman yang haram. Minuman haram adalah minuman yang dilarang oleh Allah, yaitu
minuman yang kotor, memabukkan, dan tidak menyehatkan.
Minuman yang
halal diantaranya adalah:
a.
Minuman yang
asal airnya alami
b.
Minuan yang
airnya bercampur dengan benda lain yang halal, seperti kopi, susu, teh, dsb.
c.
Minuman yang
melalalui proses kimia seperti sprite, dll.
Sedangakan
minuman yang haram antara lain:
a.
Khamar, brandy,
wisky
b.
Darah
c.
Minuman yang
bercampur dengan benda najis
d.
Minuman yang
bercampur dengan racun
Adapun
ketentuan minuman yang dihalalkan adalah: (1) Semua jenis cairan yang tidak
membahayakan bagi kehidupan manusia, (2) Cairan yang tidak memabukan, walaupun
sebelumnya pernah memabuka, seperti arak yang berubah menjadi cuka, (3) Cairan itu
bukan benda najis atau terkena najis, dan (4) Cairan yang suci yang
didapat dari jalan yang halal.
Sedangkan ketentuan
minuman yang haram adalah sebagai berikut: (1) Minuman yang memabukan, (2) Minuman yang
berasal dari binatang yang haram, (3) Darah manusia atau binatang, (4) Air yang sudah
terkena najis, (5) Minuman
yang didapat dengan cara yang tidak halal. Akibat dari mengkonsumsi minuman haram adalah
sebagai berikut (A. Nurzaman, 2008: 32):
a.
Merusak jiwa
b.
Berbahaya dan
membahayakan kesehatan
c.
Mubazir
d.
Menimbulkan
permusuhan dan kebencian
e.
Menghalangi
mengingat Allah
f.
Timbulnya
kecenderungan berbuat dosa
Berikut beberapa hikmah
mengkonsumsi
makanan dan minuman yang halal,
diantaranya yaitu: terhindar dari murka Allah SWT, tubuh kita akan selalu sehat,
akan menghasilkan hati dan pikiran yang bersih, akan diberi rizki yang halal
dan dilipat gandakan oleh Allah SWT.
3.
Binatang halal
dan haram
Adapun jenis-jenis binatang halal
yaitu:
a.
Binatang ternak,
seperti unta, kambing, kerbau, sapi, dll.
b.
Belalang
termasuk binatang yang halal dimakan walaupun tanpa disembelih
c.
Binatang hasil
buruan atau bianatang yang hidup dihutan, seperti; kijang, kancil atau dan ayam
hutan
d.
Binatang yang
hidup didalam air, baik air tawar, air payau atau air laut baik yang masih
hidup atau mati, seperti : ikan kakap, ikan tawes, cumi-cumi, rajungan, dll.
Sedangkan jenis-jenis binatang
haram, diantaranya
yaitu:
a.
Hewan yang
bertaring, seperti : gajah, macan, singa, badak, beruang, dsb.
b.
Hewan yang
berkuku tajam, seperti : burung elang, kucing, anjing, dsb.
c.
Hewan yang
hidup di dua alam, seperti : buaya dan katak
d.
Binatang yang
jahat dan dianjurkan untuk dibunuh, seperti : ular, gagak, tikus, anjing galak,
burung elang, dsb.
e.
Hewan yang
dilarang untuk dibunuh,seperti : semut, lebah, burung suradi.
B.
Jual Beli
Jual
beli adalah tukar menukar barang dengan barang atau barang dengan uang sesuai
kesepakatan penjual dan pembeli (Ubaidillah dan Razak, 2006 : 1). Jual
beli merupakan kegiatan tukar-menukar barang dengan cara tertentu. Dengan
kegiatan jual beli, seseorang akan mendapatkan barang atau jasa tertentu yang
diinginkannya. Misalnya, seorang perdagang ingin mendapatkan keuntungan dari
kegiatan jual beli, sedangkan pembeli ingin mendapatkan barang atau jasa yang
diinginkannya dari proses jual beli.
Barang
yang ditukar dalam kegiatan jual beli bermacam-macam sesuai dengan zamannya. Pada
zaman dahulu, sebelum manusia mengenal uang, jual beli dilakukan dengan menukar
barang yang mereka butuhkan. Cara tesebut disebut dengan Barter. Sejak manusia
mengenal uang, maka proses jual beli tidak lagi menukar barang, melainkan
dengan menggunakan alat tukar yang sah, yaitu uang.
Jual
beli harus dilakukan dengan rasa suka sama suka. Artinya antara penjual dan
pembeli sama-sama saling senang karena mendapatkan hal yang diinginkannya.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S An-Nisa :29. Hal tersebut bertujuan agar
kegiatan jual beli tidak saling merugikan antara penjual dan pembeli.
Jual
beli dalam syariat Islam adalah halal. Allah SWT memperbolehkan adanya jual
beli, sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S Al-Baqarah: 275:
.... وَاَحلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَوا.... (البقرة :
275)
Artinya:
“…. Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (Q.S Al-Baqarah [2]: 275).
Dari
firman Allah diatas telah jelas bahwa Allah menghalalkan jual beli dan
mengahamkan riba. Jual beli yang dianjurkan Allah SWT, yakni jual beli yang
benar-benar sesuai dengan rukun dan syarat jual beli diantaranya adanya rasa
sama-sama senang antara penjual juga pembelinya.
1.
Rukun jual beli
Rukun adalah
sesuatu yang harus ada dalam suatu kegiatan. Adapun rukun jual beli (Al-Hasby, 199: 76) yaitu:
a.
Penjual, yaitu
orang yang menjual barang
b.
Pembeli, yaitu
orang yang membeli barang
c.
Barang yang
diperjualbelikan
d.
Ijab Kabul, yaitu
ucapan perjanjian jual beli
Jika salah satu dari rukun tersebut tidak terpenuhi, maka
kegiatan jual beli tidak diperbolehkan terjadi.
2.
Syarat jual
beli
Kegiatan jual beli dapat dianggap sah apabila memenuhi
syarat-syarat sesuai dengan syariat Islam.Syarat tersebut dimaksudkan untuk
menjaga kemaslahatan umat dan menghindari kemudharatan. Oleh sebab itu,
penjual, pembeli, barang atau uang, dan ijab Kabul harus memenuhi ketentuan
berikut ini:
a.
Penjual dan
pembeli syaratnya:
1)
Baligh, artinya
sudah dewasa, sudah dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk.
2)
Suka sama suka,
penjual rela menjual barang dagangannya dan pembeli suka terhadap barang yang
dibelinya.
b.
Barang dan uang, syaratnya:
1)
Halal, barang
yang haram tidak boleh diperjualbelikan.
2)
Suci, barang
yang tergolong najis tidak boleh diperjualbelikan.
3)
Bermanfaat,
barang yang diperjualbelikan ada manfaatnya.
4)
Diketahui
dengan jelas, barang yang diperjualbelikan harus diketahui dengan jelas oleh
penjual dan pembeli tentang ukuran, takaran, bilangan, bnetuk, dan sifatnya.
5)
Kepunyaan
penjual atau kepunyaan yang diwakili penjual.
c.
Ijab Kabul,
syaratnya:
Lafal
ijab Kabul adalah perkataan penjual dan pembeli yang merupakan pernyataan
kesepakatan jual beli. Kalimat yang digunakan hendaknya mudah dimengerti dan
tidak terputus, untuk menghindari kesalahpahaman dalam transaksi. Ijab Kabul
harus didasari suka sama suka.
3.
Jual beli yang
diperbolehkan dan dilarang
Jual beli yang
diperbolehkan yaitu apabila kegiatan jual beli tersebut sudah sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan di dalam ajaran Islam, dengan kata
lain telah memenuhi rukun dan syarat sah jual beli.
Bila kegiatan
jual beli tersebut merugikan penjual maupun pembeli serta mengganggu
ketentraman orang lain, jual beli ini menjadi terlarang. Jual beli yang
dilarang oleh syariat agama Islam yaitu:
a.
Jual beli yang
tidak sah karena kurang syarat dan rukunnya, diantaranya yaitu:
1)
Jual beli
dengan system ijjon, yaitu barang yang dijual masih belum diketahui hasilnya.
Misalnya buah-buahan yang masih muda atau belum matang yang memungkinkan
hasilnya akan merugikan pembeli.
2)
Jual beli anak
binatang ternak yang masih dalam kandungan, karena dikhawatirkan anak
binatang tersebut tidak hidup.
3)
Jual beli
sperma (air mani) binatang jantan. Hal ini diragukan karena hasilnya belum
pasti jadi.
4)
Jual beli
barang yang belum ada di tangan
5)
Jual beli benda
najis, seperti minuman keras, babi, dan bangkai.
b.
Jual beli sah
tapi terlarang, dinataranya:
1)
Jual beli yang
dilakukan pada waktu shalat jum’at
2)
Jual beli
dengan maksud unutk ditimbun dahulu sebelum dijual kembali dengan harapan
mendapat keuntungan yang lebih besar.
3)
Membeli barang
dengan menghadang di jalan atau sebelum sampai di pasar, sehingga penjual atau
pembeli belum mengetahui harga pasar.
4)
Membeli barang
yang telah dibeli orang lain padahal masih masa Khiyar.
5)
Menjaul barang
dengan cara menipu timbangan atau ukuran sehingga menimbulkan kerugian pada
pembelinya
6)
Jual beli
barang untuk maksiat atau untuk kejahatan, seperti untuk mencuri atau merampok.
Pada
dasarnya, jual beli itu halal, artinya boleh dilakukan. Apabila cara jual beli
itu mendatangkan kemaslahatan, maka jual beli sangat dianjurkan. Namun, jual
beli bisa menjadi terlarang karena menjual atau membeli barang-barang yang
diharamkan. Misalnya:
a.
Barang-barang
yang haram zatnya
b.
Barang hasil
curian
c.
Barang yang
tergolong najis
d.
Barang yang
digunakan untuk maksiat
e.
Tanaman biji
atau buah yang belum waktunya dipetik.
Jual
beli dilarang diantaranya juga: (1) menyakiti si penjual, pembeli atau
orang lain, (2)
menyempitkan gerak pasaran, (3) merusak ketentraman umum. Ada beberapa macam
jual beli yang sah tetapi dilarang, yaitu:
a.
Membeli barang
dengan harga yang lebih mahal daripada harga kebanyakan orang menjualnya.
b.
Membeli barang
yang sudah dibeli orang lain.
c.
Mencegat
orang-orang yang membawa dagangan dari desa ke kota untuk dibeli barangnya.
Maksudnya, dilarang membeli barang pada orang yang akan menjual barang
daganganya yang belum sampai pasar. Hal ini dikarenakan si penjual belum
mengetahui harganya ketika akan dijual di pasar.
d.
Membeli barang
untuk disimpan agar dapat dijual kembali dengan harga yang lebih mahal.
Perbuatan ini sama saja menimbun barang, hal ini dilarang karena akan merugikan
banyak orang.
e.
Menjual barang
yang berguna, tetapi barang itu akan digunakan untuk maksiat. Penjualan semacam
ini dilarang Allah, karena akan mengakibatkan perbuatan dosa. Contohnya:
seseorang menjual pisau yang akan dibeli si pembeli untuk digunakan membunuh
orang. Namun dalam hal ini si penjual mengetahui bahwa pisau tersebut dibeli
untuk membunuh orang, akan tetapi jika
si penjual tidak mengetahui makan tidak apa-apa.
Beberapa
manfaat dan hikmah dari jual beli antara lain (Shobur, 2009: 45):
a.
Kedua belah
pihak (penjual dan pembeli) dapat memenuhi kebutuhannya dengan saling merelakan
b.
Masing-masing
pihak merasa puas
c.
Dapat
menjauhkan diri dari memakai pakaian yang haram
d.
Kedua belah
pihak mendapatkan rahmat dari Allah
e.
Dapat
menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan
C.
PINJAM MEMINJAM
Pinjam
meminjam artinya memberikan sesuatu yang halal kepada orang lain tanpa ada
imbalan untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusak keadaan benda tersebut
agar dapat dikembalikan kepada pemiliknya.
Menurut modul 7-12 yang dituliskan oleh
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, pinjam meminjam adalah memberikan manfaat
sesuatu yang halal kepada orang lain untuk diambil manfaatnya dengan tidak
merusak zatnya, agar dapat dikembalikan zat barang itu. (Guru PAI SD Departemen
Agama: UT, 1996: 459). Maksudnya yaitu meminjam barang orang lainuntuk diambil
manfaatnya, setelah itu dikembalikan kepada pemiliknya dalam keadaanutuh
seperti semula.
Meminjamkan sesuatu berarti menolong
orang yang meminjam.Sebalikna, jika kita tidak mau meninjamkan sesuatu berarti
tidak mau menolong orang lain, dan hal ini termasuk perbuatan yang tidak
baik.Manusia wajib tolong-menolong dengan sesamanya.Apabila seseorang hendak
meminjam sesuatu barang kepada kita karena terdesak kebutuhan, kita wajib
meminjamnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S
Al-Maidah : 2.
¢ (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhÉ9ø9$# 3uqø)G9$#ur
(
wur
(#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4
(#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
Artinya: “…..dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya
Allah Amat berat siksa-Nya”.
Hukum pinjam meminjam adalah sunah,
maksudnya bila dilakukan mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak mendapat
dosa.Namun, menjadi wajib hukumnya bila orang yang meninjam sangat
membutuhkan.Sebaliknya, menjadi haram bila barang yang dipinjam itu
bergunauntuk sesuatu yang diharamkan.
1.
Rukun dan
syarat pinjam meminjam
Meminjamkan sesuatu barang kepada orang lain harus didasari
dengan keiikhlasan, agar orang ynag menggunakannya tidak merasa kecewa dan
takut.
a.
Rukun pinjam
meminjam diantaranya(Tim Bina Karya Guru 6, 2009: 53) adalah:
1)
Seorang yang
meminjamkan/pemilik barang (mu’ir)
2)
Peminjam/orang
yang membutuhkan barang yang akan dipinjam (musta’ir)
3)
Barang yang
dipinjamkan , tentunya barang yang memiliki manfaat yang baik
4)
Lafal
pinjam-meminjam/ ijab Kabul.
b.
Syarat-syarat pinjam-meminjam (Tim Bina Karya Guru 6, 2009: 54)
1)
Orang yang
meminjamkan syaratnya:
a)
Baligh atau
dewasa
b)
Berakal sehat
c)
Tidak
mubazir/pemboros
d)
Tidak dipaksa
2)
Orang yang
meminjam syaratnya:
a)
Baligh atau
dewasa
b)
Berakal sehat
c)
Tidak
mubazir/pemboros
3)
Barang yang
dipinjam syaratnya:
a)
Ada manfaatnya
b)
Manfaatnya
masih ada saat akad
c)
Manfaat itu
dimiliki oleh orang yang meminjam, jadi peminjam tidak lagi berhak
meminjamkannya kepada orang lain.
4)
Ijab Kabul
pinjam-meminjam syaratnya :
a)
Jelas dan mudah
dimengerti oleh kedua pihak
b)
Muwalah atau
bersambung antara ijab dan Kabul.
2.
Kewajiban
peminjam
Kewajiban peminjam diantaranya
adalah :
a.
Mengambil
manfaat barang yang dipinjam harus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
pemilik barang
b.
Merawat barang
pinjaman dengan baik selama berada di tangan peminjam
c.
Mengganti bila
barang itu rusak atau hilang, tetapi bila ada perjanjian bahwa si pemilik
barang akan menanggungnya, maka peminjam tidak wajib mengganti
d.
Barang dipinjam
harus dkembalikan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
3.
Penyimpangan pinjam meminjam
Menurut hanafiyah, akad pinjam meminjam yang semula bersifat amanah boleh
berubah menjadi akad yang dikenakan ganti rugi (Haroen, 2007: 244) dalam hal-hal sebagai berikut:
a. Apabila barang itu
secara sengaja dimusnahkan atau dirusak.
b. Apabila barang itu
disewakan atau tidak dipelihara sama sekali.
c. Apabila
pemanfaatan barang pinjaman itu tidak sesuai dengan syarat yang disepakati
bersama ketika berlangsungnya akad.
d. Apabila pihak
peminjam melakukan sesuatu yang berbeda dengan syarat yang ditentukan sejak
semula dalam akad.
Berikut
beberapa hikmah pinjam meminjam:
a.
Memberikan
pelajaran disiplin dan terpercaya, terutama bagi pihak peminjam.
b.
Sebagai
realisasi kepatuhan terhadap aturan-aturan agama. Justru inilah timbul nilai
kemanusiaan sejati.
c.
Tolong menolong
antara sesame manusia.
d.
Timbul rasa
berbagi kepada sesama. Berbagi maksudnya disini yaitu mau meninjamkan barang
yang memang milik kita dan bersedia dipinjamkan kepada orang lain.
Referensi
Al-Habsyi, Muhammad Bagir, 1999. Fiqih Praktis Menurut
Al-Quran, As-Sunnah dan Pendapat Para Ulama. Bandung: Mizan.
Al-Jamal, Ibrahim Muhammad, 1999. Fiqih Muslimah
Ibadat-Mu’amalat. Jakarta: Pustaka Amani..
Ardani, M.
2008. Fikih Ibadah Praktis. Jakarta:
PT Mitra Cahaya Utama.
Ayyub, Hasan. 1983.
Pedoman menuju haji mabrur. Jakarta:
Wahana PT. Dinamika Karya.
Guru PAI SD
Departemen Agama,
1996. Modul Fikih SD. UT Jakarta: Departemen Agama.
Guru, Tim Bina Karya, 2009. Bina Fikih Kelas V. Jakarta:
Erlangga.
Guru, Tim Bina Karya, 2009. Bina Fikih Kelas VI. Jakarta:
Erlangga.
Haroen, Nasrun, 2007. Fiqih Muamalah. Jakarta: Gaya
Media Pratama.
Karman, H, 2001. Materi Pendidikan Agama Islam. Bandung
: PT Remaja Rosdakarya.
Munawaroh,
Djunaedatul. 2011. Bahan Ajar PLPG
Pendidikan Agama Islam. Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Nurzaman. 2008.
Pendidikan Agama Islam FIQIH Madrasah
Ibtidaiyah kelas V.Semarang : Karya Toha Putra.
Shobur, Abdus.
2009. Pendidikan Agama Islam FIQIH
Madrasah Ibtidaiyah kelas VI.Semarang : Karya Toha Putra.
Ubaidillah, Luthfi dan
Razak, Fajar.2006. Pelajaran FIQIH untuk madrasah Tsanawiyah.Depok :
Arya Duta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar