Sabtu, 28 Juni 2014

Materi PAI kelas 6

A. Makanan dan Minuman Halal dan Haram
1.        Arti Makanan Halal dan Haram
Makanan halal adalah makanan yang boleh dimakan oleh umat Islam.Semua makanan yang baik (tayyibah) adalah halal (Tim Bina Karya, 2009: 3). Hal yang dimaksud dengan baik adalah yang bermanfaat demi kelangsungan hidup manusia yang menyangkut jasmani, rohani, dan akalnya. Sedangkan makanan haram adalah segala jenis makanan yang dilarang dimakan oleh umat Islam.
Makanan yang halal ialah makanan yang dibolehkan untuk dimakan menurut ketentuan syari’at Islam, yakni baik berupa tumbuhan, buah-buahan ataupun binatang yang di ajarkan di dalam Al-Qur’an.Firman Allah:
يَأَيُّهَاالنَّاسُ كُلُوامِمَّافِي الْأَرْضِ حَلَلاً طَيِّباًوَلاَتَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَآنِ إِنَّهُ,لَكُمْ عَدُوٌّمُّبِيْنٌ (168)
Artinya: “ Hai sekalian manusia, manakalah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu (Q.S Al-Baqarah 168).
Sedangkan haram artinya adalah dilarang (Tim Bina Karya, 2009: 14). Jadi, makanan haram adalah makanan yang dilarang dikonsumsi oleh umat Islam. Setiap makanan yang dilarang oleh Allah pasti mengandung maksud tertentu, yaitu membahayakan bagi kesehatan tubuh manusia. Meninggalkan perbuatan yang dilarang oleh Allah akan mendapat pahala. Namun dalam keadaan darurat, makanan yang diharamkan boleh dimakan secukupnya saja. Contohnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup  agar tidak mengakibatkan kematian.
Beberapa jenis makanan yang halal, yaitu:
a.    Binatang ternak yang disembelih dengan menyebut nama Allah, seperti kabing, kerbau, sapi, ayam, dan sebagainya
b.    Biji-bijian, seperti padi, jagung, kedelai, kacang, dan sebagainya
c.    Umbi-umbian, seperti kentang, wortel, lobak, ketela pohon, dan sebagainya
d.   Sayur-mayur, seperti bayam, kangkung, sawi, selada dan sebagainya
e.    Buah-buahan, seperti anggur, manga, rambutan, dan sebagainya
Makanan yang halal dapat ditentukan menurut beberapa kriteria (Tim Bina Karya, 2009: 4) di bawah ini, yaitu:
a.    Semua makanan yang baik, tidak kotor, dan tidak menjijikan
b.    Semua makanan yang tidak diharamkan oleh Allah SWT
c.    Semua makanan yang tidak memberikan mudharat, tidak membahayakan kesehatan jasmanai, tidak merusak akal, moral, dan akidah
d.   Binatang yang hidup di air, baik laut maupun tawar
Makanan yang dilarang atau haram dimakan berdasarkan Firman Allah dalam Q.S Al Maidah ayat 3 yang artinya:
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya. Dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah.”
Berdasarkan ayat tersebut, dapat diketahui bahwa makanan yang diharamkan yaitu: Bangkai, darah, babi, binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Makanan dapat dikatakan haram dengan kriteria sebagai berikut(Tim Bina Karya 6, 2009: 15) :
a.    Semua makanan yang diharamkan oleh Allah dan Rsulullah
b.    Semua makanan yang kotor dan menjijikan
c.    Bagian yang dipotong dari binatang yang masih hidup
d.   Semua jenis makanan yang mendatangkan mudharat (keburukan) yang dapat mengganggu kesehatan
e.    Makanan yang didapat dengan cara yang tidak halal
2.        Minuman halal dan haram
Minuman merupakan kebutuhan pokok sehari-hari. Manuasia memerlukan banyak air dalam tubuhnya untuk melarutkan zat-zat makanan. Jika manusia tidak kekurangan minum, makan akan menimbulkan kehausan. Minuman yang boleh dikonsumsi oleh umat Islam adalah minuman yang halal, yaitu minuman bersih (suci), tidak beracun, tidak merusak tubuh dan tidak memabukkan (Tim Bina Karya 6, 2009: 5). Sedangkan minuman yang tidak boleh dikonsumsi adalah minuman yang haram. Minuman haram adalah minuman yang dilarang oleh Allah, yaitu minuman yang kotor, memabukkan, dan tidak menyehatkan.
Minuman yang halal diantaranya adalah:
a.    Minuman yang asal airnya alami
b.    Minuan yang airnya bercampur dengan benda lain yang halal, seperti kopi, susu, teh, dsb.
c.    Minuman yang melalalui proses kimia seperti sprite, dll.
Sedangakan minuman yang haram antara lain:
a.    Khamar, brandy, wisky
b.    Darah
c.    Minuman yang bercampur dengan benda najis
d.   Minuman yang bercampur dengan racun
Adapun ketentuan minuman yang dihalalkan adalah: (1) Semua jenis cairan yang tidak membahayakan bagi kehidupan manusia, (2) Cairan yang tidak memabukan, walaupun sebelumnya pernah memabuka, seperti arak yang berubah menjadi cuka, (3) Cairan itu bukan benda najis atau terkena najis, dan (4) Cairan yang suci yang didapat dari jalan yang halal.
Sedangkan ketentuan minuman yang haram adalah sebagai berikut: (1) Minuman yang memabukan, (2) Minuman yang berasal dari binatang yang haram, (3) Darah manusia atau binatang, (4) Air yang sudah terkena najis, (5) Minuman yang didapat dengan cara yang tidak halal. Akibat dari mengkonsumsi minuman haram adalah sebagai berikut (A. Nurzaman, 2008: 32):
a.    Merusak jiwa
b.    Berbahaya dan membahayakan kesehatan
c.    Mubazir
d.   Menimbulkan permusuhan dan kebencian
e.    Menghalangi mengingat Allah
f.     Timbulnya kecenderungan berbuat dosa
Berikut beberapa hikmah mengkonsumsi  makanan dan minuman yang halal, diantaranya yaitu: terhindar dari murka Allah SWT, tubuh kita akan selalu sehat, akan menghasilkan hati dan pikiran yang bersih, akan diberi rizki yang halal dan dilipat gandakan oleh Allah SWT.
3.        Binatang halal dan haram
Adapun jenis-jenis binatang halal yaitu:
a.         Binatang ternak, seperti unta, kambing, kerbau, sapi, dll.
b.        Belalang termasuk binatang yang halal dimakan walaupun tanpa disembelih
c.         Binatang hasil buruan atau bianatang yang hidup dihutan, seperti; kijang, kancil atau dan ayam hutan
d.        Binatang yang hidup didalam air, baik air tawar, air payau atau air laut baik yang masih hidup atau mati, seperti : ikan kakap, ikan tawes, cumi-cumi, rajungan, dll.
Sedangkan jenis-jenis binatang haram, diantaranya yaitu:
a.         Hewan yang bertaring, seperti : gajah, macan, singa, badak, beruang, dsb.
b.        Hewan yang berkuku tajam, seperti : burung elang, kucing, anjing, dsb.
c.         Hewan yang hidup di dua alam, seperti : buaya dan katak
d.        Binatang yang jahat dan dianjurkan untuk dibunuh, seperti : ular, gagak, tikus, anjing galak, burung elang, dsb.
e.         Hewan yang dilarang untuk dibunuh,seperti : semut, lebah, burung suradi.

B.       Jual Beli
Jual beli adalah tukar menukar barang dengan barang atau barang dengan uang sesuai kesepakatan penjual dan pembeli (Ubaidillah dan Razak, 2006 : 1). Jual beli merupakan kegiatan tukar-menukar barang dengan cara tertentu. Dengan kegiatan jual beli, seseorang akan mendapatkan barang atau jasa tertentu yang diinginkannya. Misalnya, seorang perdagang ingin mendapatkan keuntungan dari kegiatan jual beli, sedangkan pembeli ingin mendapatkan barang atau jasa yang diinginkannya dari proses jual beli.
Barang yang ditukar dalam kegiatan jual beli bermacam-macam sesuai dengan zamannya. Pada zaman dahulu, sebelum manusia mengenal uang, jual beli dilakukan dengan menukar barang yang mereka butuhkan. Cara tesebut disebut dengan Barter. Sejak manusia mengenal uang, maka proses jual beli tidak lagi menukar barang, melainkan dengan menggunakan alat tukar yang sah, yaitu uang.
Jual beli harus dilakukan dengan rasa suka sama suka. Artinya antara penjual dan pembeli sama-sama saling senang karena mendapatkan hal yang diinginkannya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S An-Nisa :29. Hal tersebut bertujuan agar kegiatan jual beli tidak saling merugikan antara penjual dan pembeli.
Jual beli dalam syariat Islam adalah halal. Allah SWT memperbolehkan adanya jual beli, sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S Al-Baqarah: 275:
.... وَاَحلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَوا.... (البقرة : 275)
Artinya: “…. Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (Q.S Al-Baqarah [2]: 275).
Dari firman Allah diatas telah jelas bahwa Allah menghalalkan jual beli dan mengahamkan riba. Jual beli yang dianjurkan Allah SWT, yakni jual beli yang benar-benar sesuai dengan rukun dan syarat jual beli diantaranya adanya rasa sama-sama senang antara penjual juga pembelinya.
1.        Rukun jual beli
Rukun adalah sesuatu yang harus ada dalam suatu kegiatan. Adapun rukun jual beli (Al-Hasby, 199: 76) yaitu:
a.         Penjual, yaitu orang yang menjual barang
b.        Pembeli, yaitu orang yang membeli barang
c.         Barang yang diperjualbelikan
d.        Ijab Kabul, yaitu ucapan perjanjian jual beli
Jika salah satu dari rukun tersebut tidak terpenuhi, maka kegiatan jual beli tidak diperbolehkan terjadi.
2.        Syarat jual beli
Kegiatan jual beli dapat dianggap sah apabila memenuhi syarat-syarat sesuai dengan syariat Islam.Syarat tersebut dimaksudkan untuk menjaga kemaslahatan umat dan menghindari kemudharatan. Oleh sebab itu, penjual, pembeli, barang atau uang, dan ijab Kabul harus memenuhi ketentuan berikut ini:
a.       Penjual dan pembeli syaratnya:
1)        Baligh, artinya sudah dewasa, sudah dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk.
2)        Suka sama suka, penjual rela menjual barang dagangannya dan pembeli suka terhadap barang yang dibelinya.
b.      Barang dan uang, syaratnya:
1)      Halal, barang yang haram tidak boleh diperjualbelikan.
2)      Suci, barang yang tergolong najis tidak boleh diperjualbelikan.
3)      Bermanfaat, barang yang diperjualbelikan ada manfaatnya.
4)      Diketahui dengan jelas, barang yang diperjualbelikan harus diketahui dengan jelas oleh penjual dan pembeli tentang ukuran, takaran, bilangan, bnetuk, dan sifatnya.
5)      Kepunyaan penjual atau kepunyaan yang diwakili penjual.
c.    Ijab Kabul, syaratnya:
Lafal ijab Kabul adalah perkataan penjual dan pembeli yang merupakan pernyataan kesepakatan jual beli. Kalimat yang digunakan hendaknya mudah dimengerti dan tidak terputus, untuk menghindari kesalahpahaman dalam transaksi. Ijab Kabul harus didasari suka sama suka.
3.        Jual beli yang diperbolehkan dan dilarang
Jual beli yang diperbolehkan yaitu apabila kegiatan jual beli tersebut sudah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan di dalam ajaran Islam, dengan kata lain telah memenuhi rukun dan syarat sah jual beli.
Bila kegiatan jual beli tersebut merugikan penjual maupun pembeli serta mengganggu ketentraman orang lain, jual beli ini menjadi terlarang. Jual beli yang dilarang oleh syariat agama Islam yaitu:
a.         Jual beli yang tidak sah karena kurang syarat dan rukunnya, diantaranya yaitu:
1)        Jual beli dengan system ijjon, yaitu barang yang dijual masih belum diketahui hasilnya. Misalnya buah-buahan yang masih muda atau belum matang yang memungkinkan hasilnya akan merugikan pembeli.
2)        Jual beli anak binatang ternak yang masih dalam kandungan, karena dikhawatirkan anak binatang  tersebut tidak hidup.
3)        Jual beli sperma (air mani) binatang jantan. Hal ini diragukan karena hasilnya belum pasti jadi.
4)        Jual beli barang yang belum ada di tangan
5)        Jual beli benda najis, seperti minuman keras, babi, dan bangkai.
b.         Jual beli sah tapi terlarang, dinataranya:
1)      Jual beli yang dilakukan pada waktu shalat jum’at
2)      Jual beli dengan maksud unutk ditimbun dahulu sebelum dijual kembali dengan harapan mendapat keuntungan yang lebih besar.
3)      Membeli barang dengan menghadang di jalan atau sebelum sampai di pasar, sehingga penjual atau pembeli belum mengetahui harga pasar.
4)      Membeli barang yang telah dibeli orang lain padahal masih masa Khiyar.
5)      Menjaul barang dengan cara menipu timbangan atau ukuran sehingga menimbulkan kerugian pada pembelinya
6)      Jual beli barang untuk maksiat atau untuk kejahatan, seperti untuk mencuri atau merampok.
Pada dasarnya, jual beli itu halal, artinya boleh dilakukan. Apabila cara jual beli itu mendatangkan kemaslahatan, maka jual beli sangat dianjurkan. Namun, jual beli bisa menjadi terlarang karena menjual atau membeli barang-barang yang diharamkan. Misalnya:
a.       Barang-barang yang haram zatnya
b.      Barang hasil curian
c.       Barang yang tergolong najis
d.      Barang yang digunakan untuk maksiat
e.       Tanaman biji atau buah yang belum waktunya dipetik.
Jual beli dilarang diantaranya juga: (1) menyakiti si penjual, pembeli atau orang lain, (2) menyempitkan gerak pasaran, (3) merusak ketentraman umum. Ada beberapa macam jual beli yang sah tetapi dilarang, yaitu:
a.    Membeli barang dengan harga yang lebih mahal daripada harga kebanyakan orang menjualnya.
b.    Membeli barang yang sudah dibeli orang lain.
c.    Mencegat orang-orang yang membawa dagangan dari desa ke kota untuk dibeli barangnya. Maksudnya, dilarang membeli barang pada orang yang akan menjual barang daganganya yang belum sampai pasar. Hal ini dikarenakan si penjual belum mengetahui harganya ketika akan dijual di pasar.
d.   Membeli barang untuk disimpan agar dapat dijual kembali dengan harga yang lebih mahal. Perbuatan ini sama saja menimbun barang, hal ini dilarang karena akan merugikan banyak orang.
e.    Menjual barang yang berguna, tetapi barang itu akan digunakan untuk maksiat. Penjualan semacam ini dilarang Allah, karena akan mengakibatkan perbuatan dosa. Contohnya: seseorang menjual pisau yang akan dibeli si pembeli untuk digunakan membunuh orang. Namun dalam hal ini si penjual mengetahui bahwa pisau tersebut dibeli untuk membunuh orang, akan  tetapi jika si penjual tidak mengetahui makan tidak apa-apa.
Beberapa manfaat dan hikmah dari jual beli antara lain (Shobur, 2009: 45):
a.    Kedua belah pihak (penjual dan pembeli) dapat memenuhi kebutuhannya dengan saling merelakan
b.    Masing-masing pihak merasa puas
c.    Dapat menjauhkan diri dari memakai pakaian yang haram
d.   Kedua belah pihak mendapatkan rahmat dari Allah
e.    Dapat menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan

C.      PINJAM MEMINJAM
Pinjam meminjam artinya memberikan sesuatu yang halal kepada orang lain tanpa ada imbalan untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusak keadaan benda tersebut agar dapat dikembalikan kepada pemiliknya.
Menurut modul 7-12 yang dituliskan oleh Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, pinjam meminjam adalah memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada orang lain untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusak zatnya, agar dapat dikembalikan zat barang itu. (Guru PAI SD Departemen Agama: UT, 1996: 459). Maksudnya yaitu meminjam barang orang lainuntuk diambil manfaatnya, setelah itu dikembalikan kepada pemiliknya dalam keadaanutuh seperti semula.
Meminjamkan sesuatu berarti menolong orang yang meminjam.Sebalikna, jika kita tidak mau meninjamkan sesuatu berarti tidak mau menolong orang lain, dan hal ini termasuk perbuatan yang tidak baik.Manusia wajib tolong-menolong dengan sesamanya.Apabila seseorang hendak meminjam sesuatu barang kepada kita karena terdesak kebutuhan, kita wajib meminjamnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S Al-Maidah : 2.
 ¢ (#qçRur$yès?ur n?tã ÎhŽÉ9ø9$# 3uqø)­G9$#ur ( Ÿwur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ( ¨bÎ) ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ  

Artinya: “…..dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”.
Hukum pinjam meminjam adalah sunah, maksudnya bila dilakukan mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa.Namun, menjadi wajib hukumnya bila orang yang meninjam sangat membutuhkan.Sebaliknya, menjadi haram bila barang yang dipinjam itu bergunauntuk sesuatu yang diharamkan.
1.        Rukun dan syarat pinjam meminjam
Meminjamkan sesuatu barang kepada orang lain harus didasari dengan keiikhlasan, agar orang ynag menggunakannya tidak merasa kecewa dan takut.
a.         Rukun pinjam meminjam diantaranya(Tim Bina Karya Guru 6, 2009: 53) adalah:
1)      Seorang yang meminjamkan/pemilik barang (mu’ir)
2)      Peminjam/orang yang membutuhkan barang yang akan dipinjam (musta’ir)
3)      Barang yang dipinjamkan , tentunya barang yang memiliki manfaat yang baik
4)      Lafal pinjam-meminjam/ ijab Kabul.
b.         Syarat-syarat  pinjam-meminjam (Tim Bina Karya Guru 6, 2009: 54)
1)   Orang yang meminjamkan syaratnya:
a)      Baligh atau dewasa
b)      Berakal sehat
c)      Tidak mubazir/pemboros
d)     Tidak dipaksa
2)      Orang yang meminjam syaratnya:
a)      Baligh atau dewasa
b)      Berakal sehat
c)      Tidak mubazir/pemboros
3)      Barang yang dipinjam syaratnya:
a)      Ada manfaatnya
b)      Manfaatnya masih ada saat akad
c)      Manfaat itu dimiliki oleh orang yang meminjam, jadi peminjam tidak lagi berhak meminjamkannya kepada orang lain.
4)        Ijab Kabul pinjam-meminjam syaratnya :
a)      Jelas dan mudah dimengerti oleh kedua pihak
b)      Muwalah atau bersambung antara ijab dan Kabul.
2.        Kewajiban peminjam
Kewajiban peminjam diantaranya adalah :
a.       Mengambil manfaat barang yang dipinjam harus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pemilik barang
b.      Merawat barang pinjaman dengan baik selama berada di tangan peminjam
c.       Mengganti bila barang itu rusak atau hilang, tetapi bila ada perjanjian bahwa si pemilik barang akan menanggungnya, maka peminjam tidak wajib mengganti
d.      Barang dipinjam harus dkembalikan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
3.        Penyimpangan pinjam meminjam
Menurut hanafiyah, akad pinjam meminjam yang semula bersifat amanah boleh berubah menjadi akad yang dikenakan ganti rugi (Haroen, 2007: 244)  dalam hal-hal sebagai berikut:
a.       Apabila barang itu secara sengaja dimusnahkan atau dirusak.
b.      Apabila barang itu disewakan atau tidak dipelihara sama sekali.
c.       Apabila pemanfaatan barang pinjaman itu tidak sesuai dengan syarat yang disepakati bersama ketika berlangsungnya akad.
d.      Apabila pihak peminjam melakukan sesuatu yang berbeda dengan syarat yang ditentukan sejak semula dalam akad.
Berikut beberapa hikmah pinjam meminjam:
a.    Memberikan pelajaran disiplin dan terpercaya, terutama bagi pihak peminjam.
b.    Sebagai realisasi kepatuhan terhadap aturan-aturan agama. Justru inilah timbul nilai kemanusiaan sejati.
c.    Tolong menolong antara sesame manusia.
d.   Timbul rasa berbagi kepada sesama. Berbagi maksudnya disini yaitu mau meninjamkan barang yang memang milik kita dan bersedia dipinjamkan kepada orang lain.
Referensi

Al-Habsyi, Muhammad Bagir, 1999. Fiqih Praktis Menurut Al-Quran, As-Sunnah dan Pendapat Para Ulama. Bandung: Mizan.
Al-Jamal, Ibrahim Muhammad, 1999. Fiqih Muslimah Ibadat-Mu’amalat. Jakarta: Pustaka Amani..
Ardani, M. 2008. Fikih Ibadah Praktis. Jakarta: PT Mitra Cahaya Utama.
Ayyub, Hasan. 1983. Pedoman menuju haji mabrur. Jakarta: Wahana PT. Dinamika Karya.
Guru PAI SD Departemen Agama, 1996. Modul Fikih SD. UT Jakarta: Departemen Agama.
Guru, Tim Bina Karya, 2009. Bina Fikih Kelas V. Jakarta: Erlangga.
Guru, Tim Bina Karya, 2009. Bina Fikih Kelas VI. Jakarta: Erlangga.
Haroen, Nasrun, 2007. Fiqih Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Karman, H, 2001. Materi Pendidikan Agama Islam. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Munawaroh, Djunaedatul. 2011. Bahan Ajar PLPG Pendidikan Agama Islam. Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Nurzaman. 2008. Pendidikan Agama Islam FIQIH Madrasah Ibtidaiyah kelas V.Semarang : Karya Toha Putra.
Shobur, Abdus. 2009. Pendidikan Agama Islam FIQIH Madrasah Ibtidaiyah kelas VI.Semarang : Karya Toha Putra.
Ubaidillah, Luthfi dan Razak, Fajar.2006. Pelajaran FIQIH untuk madrasah Tsanawiyah.Depok : Arya Duta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar