Sabtu, 28 Juni 2014

materi PAI kelas 5

A.      Haid
Menurut bahasa, haid berarti sesuatu yang mengalir. Sedangkan menurut istilah syara’ haid yaitu darah yang terjadi pada wanita secara alami, bukan karena suatu sebab atau penyakit, dan keluar pada waktu tertentu (memiliki siklus) (Shobur,  2009: 4). Jadi, haid adalah darah normal, bukan disebabkan oleh suatu penyakit, luka, keguguran atau kelahiran.
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa haid tidak akan terjadi sebelum anak perempuan memasuki usia 9 tahun. Bila keluar darah sebelum berumur 9 tahun, maka itu dianggap darah penyakit, bukan darah haid. Sedikitnya masa haid adalah tiga hari tiga malam dan pertengahannya lima hari dan sebanyak-banyaknya sepuluh hari. Tidak disyaratkan harus keluar darah dalam setiap saat, tetap cukup pada awalnya meskipun diselingi masa suci dan seluruhnya dianggap haid (Al-Jamal, 1999: 28).
Menurut para ulama, darah haid keluar paling sedikit selama satu hari satu malam. Dan sebanyak-banyaknya 15 hari 15 malam, dan yang sedang adalah 5 hari 5 malam atau satu minggu. Bila seorang perempuan mengeluarkan darah dari farjinya lebih dari 15 hari disebut darah istihadhoh (darah penyakit). Jadi batas waktu haid paling lama yaitu 15 hari dan paling sedikit satu hari satu malam. Jika melebihi 15 hari maka bukan disebut darah haid, melainkan itu darah istihadhoh (darah penyakit) dan wajib hukumnya bagi wanita untuk menjalankan ibadah shalat maupun puasa. Karena batas waktu haid hanya sampai 15 hari 15 malam. Larangan-larangan bagi orang yang haid, yaitu:
a.       Shalat, baik sholat wajib maupun shalat sunnah.
b.      Puasa, baik puasa wajib maupun puasa sunnah.
Bagi perempuan yang haid wajib untuk mengqadha atau mengganti puasa wajibnya setelah haid.
c.       Berdiam di masjid.
d.      Menyentuh atau membaca al-Quran.
e.       Tawaf atau keliling Ka’bah.
f.       Bercerai atau talak.
Mandi Wajib setelah Haid
Perkataan mandi wajib menurut bahasa Arab disebut “Al-guslu” yang berarti membasuh badan atau mandi. Pengertian mandi wajib menurut istilah syara’ ialah meratakan air pada seluruh badan dari ujung rambut sampai ujung jari-jari kaki disertai dengan niat dalam hati sesuai dengan keperluannya, mungkin untuk menghilangkan hadas besar ataupun berniat untuk mandi sunnah (Ardani, 2008: 54). Mandi atau bersuci setelah haid wajib hukumnya, agar dapat melaksanakan ibadah-ibadah yang wajib maupun yang sunnah setelah haid (Tim Bina Karya Guru 6, 2009: 5)
1.        Rukun Mandi Wajib
Rukun mandi wajib artinya segala ketentuan syariat yang harus dilakukan ketika hendak mandi wajib, yaitu:
a.         Niat
b.         Menghilangkan najis yang ada pada badan
c.         Meratakan air ke seluruh anggota badan (mulai dari ujung rambut sampai ke ujung jari-jari kaki)
2.        Sunah Mandi
Untuk kesempurnaan pelaksanaan mandi, selain melakukan kewajiban dari ketiga rukun, hendaknya disunnahkan mengerjakan hal-hal berikut:
a.       Membaca basmalah
b.      Membasuh tangan sebelum memulai mandi
c.       Berwudhu dengan sempurna sebelum melakukan mandi
d.      Menggosok seluruh tubuh yang terjamah oleh tangan, seraya memperhatikan agar air benar-benar mencapai semua bagian tubuh yang tersembunyi, seperti ketiak, daun telinga, lipatan-lipatan pada perut, pusar, dan lain-lain
e.       Membasuh suatu anggota tubuh sebelum kering anggota tubuh lainnya
f.       Mendahulukan membasuh bagian kanan dari anggota tubuh
g.      Membasuh dan menggosok badan sebanyak 3 kali
h.      Khusus bagi wanita, setelah selesai mandi wajib disunnahkan memakai wangi-wangian, terutama pada bagian kemaluannya
3.        Syarat mandi wajib
Berikut syarat mandi wajib diantaranya:
a.       Islam
b.      Tamyiz
c.       Menggunakan air mutlak
d.      Tidak ada yang menghalangi sampainya air pada anggota badan
e.       Tidak dalam keadaan haid atau nifas
4.        Hikmah Mandi
Dari Q. S Al-Maidah ayat 6, yang artinya: Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmatnya bagi-Mu, supaya bersyukur. Dari ayat tersebut dapat kita ambil pelajaran bahwa mandi mempunyai beberapa hikmah (Munawaroh, 2011: 63), antara lain:
a.       Secara umum dapat membersihkan diri seseorang yang menyempurnakan nikmat Allah agar menjadi hamba yang pandai bersyukur
b.      Dapat memulihkan kekuatan dan kesegaran serta membersihkan kotoran
c.       Dapat menetralisasi pengaruh kejiwaan sehingga kembali kepada fitrah yang suci.

B.       Khitan
Secara bahasa, khitan berarti memotong kuluf (kulit) yang menutupi kepala kemaluan laki-laki agar terhindar dari bekumpulnya kotoran di bawah kuluf dan memudahkan pembersihannya setelah buang air kecil. Menurut istilah syara’, khitan adalah memotong kuluf dan yang menutupi hasyafah (kepala kemaluan) anak laki-laki agar hasyafah kelihatan (Al Habsy, 1999 : 65).
Semua ulama fikih sepakat bahwa khitan adalah wajib hukumnya bagi laki-laki sedang bagi anak perempuan tidak wajib hanya terpuji saja. Belum pernah Rasulullah SAW memerintahkan seseorang mengkhitankan anak perempuan. Sebagian ulama besar mewajibkannya atas setiap laki-laki mulim sebaiknya sebelum usia baligh, ketika kewajiban shalat mulai berlaku atas seseorang (Al Habsy, 1999: 65).
Rasulullah SAW meletakkan khitan sebagai puncak perilaku fitrah, artinya bahwa khitan itu untuk mensucikan badan.Anak laki-laki yang belum khitan, dalam alat kelaminnya (zakarnya) masih mengandung najis, sehingga jika mereka tidak dikhitan sampai dewasa belum memenuhi syarat sah shalat.
Jadi, wajib hukumnya bagi laki-laki untuk melakukan khitan, karena jika kulit yang menutupi kepala kemaluan zakar laki-laki itu tidak dipotong, maka akan menjadi tempat kotoran yang mengakibatkannya tidak suci. Bila tidak suci maka sholatnya (ibadahnya) tidak sah.
1.        Manfaat Khitan
Khitan memiliki banyak hikmah, baik dipandang secara agama Islam maupun secara medis, antara lain (Tim Bina Karya 6, 2009: 15) :
a.         Khitan banyak melindungi dan mencegah dari berbagai penyakit yang bersarang dibalik kulit zakar laki-laki, seperti kanker
b.         Melatih anak dari menjaga kebersihan dan suci dari najis
c.         Menghilangkan beban psikologis (rasa malu), karena anak yang tidak dikhitan akan merasa minder bergaul dengan teman-teman yang sudah dikhitan
d.        Memudahkan menghilangkan najis yang menempel di zakarnya
e.         Salah satu sarana bagi kesempurnaan agama

C.       Qurban
Qurban menurut bahasa berasal dari kata bahasa Arab : “ Qaraba”, “Yaqrabu”, Qurban wa qurbanan wa qirbanan” yang artinya dekat. Menurut istilah, qurban  berarti mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan mengerjakan sebagian perintah-Nya. Qurban dalam pengertian kita sehari-hari sebenarnya diambil dari kata udhhiyah yakni bentuk jama’ dari kata ”dhahiyyah” yaitu sembelihan pada waktu dhuha tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah. Dari sinilah muncul istilah ”Idul Adha”.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan Qurban atau udhhiyah adalah  penyembelihan hewan dengan tujuan beribadah (taqarrub) kepada Allah pada hari raya Idul Adha dan tiga hari Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah.
Qurban memiliki ketentuan diantaranya:
1.         Larangan memotong rambut dan kuku.
Bagi yang hendak berqurban, tidak diperbolehkan memotong rambut dan kukunya setelah masuk tanggal 1 dzulhijjah hingga shalat ied. Dalilnya:
"
Dari Ummu Salamah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: "apabila kalian melihat hilal bulan dzulhijjah dan salah seorang di antara kalian hendak menyembelih, maka hendaknya dia menahan (yakni tidak memotong) rambut dan kukunya." (hr. Muslim no. 1977). Ibnu qudamah berkata: "Siapa yang melanggar larangan tersebut hendaknya minta ampun kepada allah dan tidak ada fidyah (tebusan) baginya, baik dilakukan sengaja atau lupa (al-mughni11/96)."
2.      Boleh berserikat.
Satu ekor unta atau sapi untuk tujuh orang. Sedangkan kambing hanya untuk satu orang.
3.         Distribusi qurban.
Lihat surat al-hajj ayat 36. Dalam hadis riwayat Ibnu Abbas, Rasulullah SAW membagi daging kurban menjadi tiga, sepertiga untuk keluarganya, sepertiga untuk fakir miskin dan tetangga serta sepertiga untuk orang meminta-minta“. Dalam riwayat lain Rasulullah SAW bersabda: "Makanlah sebagian, simpanlah sebagian dan bersedekahlah dengan sebagian“.
Para ulama sepakat bahwa binatang qurban adalah binatang ternak yang terdiri dari lembu, kerbau, unta, dan kambing atau domba sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj Ayat 34, yang berbunyi:
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap bahimatul an’am (binatang ternak) yang telah direzkikan Allah kepada mereka” (QS. Al Hajj: 34).
Hewan yang dijadikan qurban harus memenuhi beberapa syarat, (Nurzaman, 2009: 66-67) yaitu:
a.       Binatang itu dalam keadaan sehat, tidak sakit, tidak cacat seperti pincang atau buta, dan binatang itu harus gemuk
b.      Cukup umur (kambing harus berumur 1 tahun lebih, lembu dan kerbau sudah 2 tahun lebih, dan unta sudah berumur 5 tahun lebih)
Adapun cara melaksanakan ibadah qurban adalah sebagai berikut (Tim Bina Karya 5, 2009: 52) :
a.       Hewan yang akan diqurbankan dibaringkan kesebelah rusuknya yang kiri dengan posisi mukanya menghadap kiblat diiringi dengan membaca doa “robbanaa taqobbal minnaa innaka anta sami’un ‘aliim”, yang artinya “Ya Tuhan kami terimalah kiranya qurban kami ini, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”
b.      Penyembelih melettakan kakiknya yang sebelah diatas leher hewan agar hewan itu tidak menggerak-gerakkan kepalanya
c.       Penyembelih melakukan penyembelihan sambil membaca “Bismillahi allahu akbar”, yang artinya dengan nama allah, allah Maha Besar
d.      Penyembelih membaca do’a kabul (doa supaya qurban diterima oleh Allah), yaitu “Allahumma minka wa ilaika. Allahumma taqobbal min….. (sebut nama orang yang berqurban)”
Qurban memiliki beberapa hikmah (Tim Bina Karya 5, 2009: 53), diantaranya:
a.       Menghidupkan sunnah Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Muhammad SAW
b.      Mendidik jiwa ke arah takwa dan mendekatkan diri kepada Allah SWT
c.       Mengikis sifat tamak dan mewujudkan sifat murah hati mau membelanjakan harta di jalan Allah SWT
d.      Menghapuskan dosa dan mengharap keridhaan Allah SWT
e.       Menjalinkan hubungan kasih sayang sesama manusia terutama antara golongan berada dengan golongan yang kurang bernasib baik
f.       Membersihkan hati dan jiwa agar menjadi lahan yang subur untuk tumbuhnya iman dan takwa

D.      Haji dan Umrah
Makna haji menurut bahasa adalah maksud dan tujuan yang dimuliakan. Menurut istilah syar’i adalah mengunjungi Baithul Haram untuk mengerjakan beberapa pekerjaan khusus, seperti thawaf, sa’i, wuquf di Padang arafah, dan lain-lain (Ayyub, 1983: 1). Umrah menurut bahasa artinya ziarah/menengok atau datang. Sedangkan umrah menurut syara’ adalah mengunjungi Baitul Haram (Ka’bah) untuk beribadah kepada Allah semata-mata (Nurzaman, 2008: 93).
Nabi SAW menunaikan haji satu kali pada tahun Beliau wafat, yaitu pada tahun 10 H (Ayyub, 1983: 1). Maka dari itu umat Islam diwajibkan melaksanakan haji satu kali seumur hidup. Adapun hukum melaksanakan ibadah haji ada dua (Nurzaman, 2008: 78), yaitu:
a.    Hukumnya wajib, yaitu ibadah haji yang dikerjakan pertama kali, dan haji karena nazar (janji) untuk mengerjakan ibadah haji
b.    Hukumnya sunnah, yaitu mengerjakan haji untuk yang kedua kali dan seterusnya
Umrah hukumnya wajib sama dengan hukum menunaikan ibadah haji. Hukum umrah ini ada kemungkinan wajib dan ada kemungkinan sunnah.
a.    Wajib, bagi orang yang baru pertama kali menunaikan umrah bersamaan dengan menunaikan ibadah haji yang pertama kali. Begitu juga seseorang yang sudah menunaikan ibadah haji bersama umrah, kemudian ia bernazar akan umrah, maka ia wajib menunaikan umrah untuk memenuhi nazarnya.
b.    Sunnah, bagi orang yang sudah pernah melaksanakan umrah yang pertama kali bersamaan dengan ibadah haji.
Haji adalah rukun Islam kelima, yang merupakan ibadah yang wajib dilaksanakan bagi yang mampu. Karena apabila seseorang sudah mampu menurut ukuran Syari’at Islam tetapi tidak menunaikannya sampai wafat, maka ia harus mengganti hajinya dengan cara dihajikan orang lain dengan biaya dari sebagian hartanya yang diwariskan menurut pendapat Hasan, Thawus dan Syafi’i. Tetapi Abu Hanifah dan Malik memandang tidak wajib, kecuali jika mayit itu berwasiat untuk dihajikan, maka biayanya harus diambilkan dari sepertiga harta warisannya (Ayyub, 1983: 26).
Haji dilaksanakan pada bulan-bulan haji yang telah ditentukan, seperti bulan Syawal, Dzulqa’dah dan 10 hari bulan Dzulhijjah.Ibadah haji adalah salah satu rukun islam dan hukumnya adalah fardhu ‘ain dan diwajibkan satu kali seumur hidup bagi orang yang mampu sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-Imran:97, yaitu:
ÏmŠÏù7M»tƒ#uä×M»uZÉit/ãP$s)¨BzOŠÏdºtö/Î)(`tBur¼ã&s#yzyŠtb%x.$YYÏB#uä3¬!urn?tãĨ$¨Z9$#kÏmÏMøt7ø9$#Ç`tBtí$sÜtGó$#Ïmøs9Î)WxÎ6y4`tBurtxÿx.¨bÎ*sù©!$#;ÓÍ_xîÇ`tãtûüÏJn=»yèø9$#ÇÒÐÈ
Artinya: “padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”.
Jadi, dapat kita simpulkan bahwa perbedaan haji dan umrah tidak begitu berbeda, akan tetapi kewajibannya sama dan pelaksanaannya yang berbeda, (Nasution: 240) diantaranya yaitu:
a.    Haji hanya dapat dilakukan pada waktu dan bulan-bulan tertentu yakni pada buan haji (11,12,13 Dzulhijjah), sedangkan umrh dapat dilakukan setiap waktu sepanjang tahun.
b.    Wuquf yang merupakan salah satu rukun dalam haji, tidak dikerjakan pada pelaksanaan umrah. Jadi, rukub umrah itu hanya ihram, thawaf, sa’i, tahallul.
Melakukan ibadah haji sekali seumur hidup bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan yang sudah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Nurzaman : 2008: 80):
a.    Islam
b.    Berakal
c.    Baligh
d.   Merdeka
e.    Mampu
Jika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka seseorang tidak dapat melaksanakan ibadah haji.
1.        Rukun Haji
Rukun menjadi patokan sahnya haji (Ayyub, 1983: 31). Maka itu, apabila ada salah satu rukun ada yang tidak dikerjakan, hajinya tetap sah akan tetapi harus mengulang hajinya tahun depan. Menurut Imam Syafi’i ada enam macam rukun dalam haji (Ayyub, 2002: 31), yaitu:
a.       Ihram, artinya niat mengerjakan haji dengan memakai pakaian ihram. Orang yang berihram untuk haji, sepatutnya bertalbiyah sejak mulai mengerjakan ihram sampai waktu melontar jumratul ‘ula (jumrah aqabah) di awal batu lemparan pada hari Nahr (Idul Adha) (Ayyub, 2002: 47).
Amalan sunnah sebelum ihram terdiri dari(Ayyub, 2002: 32-36) :
1)   Bersih dari segala hal, seperti memotong kuku, mencukur kumis, rambut ketiak, berwudhu atau mandi
2)   Memakai pakaian ihram
Pakaian ihram laki-laki adalah dengan memakai sarung yang menutupi setengah bagian bawah badanm dimulai dari bagian pusar, kemudian memakai selendang yang menutupi bagian atasnya dimulai dari bahu. Sedangkan pakaian ihram perempuan adalah dengan memakai pakaian biasa yang sesuai dengan syari’at Islam, membuka wajah dan telapak tangan, karena ihramnya terletak pada keduanya.
3)   Memakai minyak wangi dan minyak rambut
Bagi laki-laki dan perempuan disunnahkan memakai parfum secara tidak berlebihan sebelum ihram, namun disyaratkan bagi perempuan agar tidak berdekatan dengan laki-laki asing yang dapat mencium baunya, karena hal itu dilarang agama.
4)   Memakai pitek (kuku) bagi wanita
Bagi wanita, disunnahkan memakai pitek (pada kuku) sebelum ihram karena menjadi bagian dari hiasannya. Tetapi jika dilakukan setelah ihram, maka hukumnya makruh, bahkan sebagian ulama mengharamkan.
5)   Mengempalkan rambut
Bagi orang berambut panjang dan ingin menjaga agar tidak awut-awutan, dan agar kotoran tidak terkumpul pada rambut, maka disunnahkan mengempalkan rambut dengan getah (karet) atau sejenisnya sebelum ihram.
6)   Shalat sunnah dua rakaat sebelum ihram
Ketika hendak mengerjakan ihram, seseorang dianjurkan melakukan shalat sunah dua rakaat pada waktu-waktu yang tidak dilarang mengerjakan shalat sunnah. Setelah niat shalat sunnah ihram dua rakaat, bacalah surat al-Fatihah diteruskan surat al-Kafirun pada rakaat pertama, dan surat al-Ikhlas pada rakaat kedua. Rasulullah pernah melaksanakan shalat ini pada waktu ihram di Dzulaifah. Allah telah menentukan tempat-tempat ihram (Ayyub, 1983: 37) , yaitu:
a)      Dzul-hulaifah, yaitu miqatnya penduduk Madinah dan siapa saja yang melewati jalan ini.
b)      Dzatul-irqin, yaitu miqatnya penduduk Irak dan siapa saja yang melewatinya.
c)      Juhfah, yaitu miqatnya penduduk Mesir, Syam, dan Maroko, dan siapa saja yang melewati jalan ini.
d)     Qarnul-Manazil, yaitu miqatnya penduduk Najed dan siapa saja yang melewatinya.
e)      Yalamlam, yaitu miqatnya penduduk Yaman dan siapa saja yang melewatinya.
b.      Wuquf di Padang Arafah, yaitu berhenti di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah mulai waktu zuhur sampai saat terbit fajar pada tanggal 10 Dzulhijjah (A. Nurzaman, 2011: 78). Bagi orang yang hendak melaksanakan wuquf di Arafah, disunnahkan untuk mandi dahulu, melaksanakan wuquf di tempat yang berbatu karang, menghadap kiblat, dan membaca takbir, tahlil, talbiyah, dan shalawat kepada Nabi SAW, serta berdoa secara bersungguh-sungguh dan khusyu (Ayyub, 2002: 130).
c.       Tawaf, yaitu berkeliling ka’bah sebanyak 7 kali
d.      Sa’i, yaitu berjalan dengan berlari-lari kecil antara bukit sofa dan marwa
e.       Tahallul, yaitu mengakhiri ihram dengan menggunting rambut minimal tiga helai.
f.       Tertib
Haji menurut tata caranya ada tiga cara yaitu:
a.    Setelah melaksanakan tahalul dan umrah (sudah berganti dengan pakaian biasa), pada 8 dzulhijjah jama’ah berpakaian umrah lagi untuk melaksanakan ibadah haji. Ini disebut dengan Haji Tamattu.
b.   Setelah melaksanakan umrah tidak bertahalul (tetap dalam pakaian ihram), kemudian langsung melaksanakan ibadah haji. Ini disebut Haji Qirad.
c.    Melaksanakan ibadah haji saja tanpa umrah terlebih dahulu, ini disebut dengan Haji Ifrad. (Miftah Farid, 2010: 78).
Syarat wajib dan syarat sah umrah sama dengan syarat wajib dan syarat sah haji, yaitu wajib umrah, ialah:
a.    Islam
b.    Baligh
c.    Berakal Sehat
d.   Merdeka
e.    Istatha’a (mempunyai kemampuan)
Syarat sah umrah, yaitu:
a.    Islam
b.    Baligh
c.    Berakal
d.   Merdeka
            Perbedaan rukun umrah dan rukun haji ialah bahwa rukun umrah tidak ada wuquf di Padang Arafah dan boleh dilaksanakan pada bulan apa saja, sedangkan rukun haji harus ada wuquf di Padang Arafah dan harus dikerjakan pada bulan-bulan Syawal, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah.Rukun umrah terdiri dari 5 macam (A. Nurzaman, 2011: 94), yaitu:
1)        Ihram dengan niat untuk umrah
2)        Tawaf, yaitu mengitari Ka’bah 7 kali dengan niat tawaf umrah
3)        Sai (berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah)
4)        Tahallul (memotong rambut paling sedikit tiga helai)
5)        Tertib, artinya menertibkan rukun dengan mendahulukan yang lebih dahulu
Larangan dalam Haji dan Umrah
a.    Khusus jama’ah pria : Berpakaian dengan pakaian yang berjahit dan memakai tutup kepala.
b.    Khusus jama’ah wanita : Menutup muka dan memakai sarung tangan atau kaos tangan.
c.    Bagi pria dan wanita
1)        Memotong atau mencabut kuku
2)        Memotong atau mencukur rambut, baik rambut di kepala atau di badan lain atau menyisir rambut yang dikhawatirkan rambutnya akan rontok
3)        Memakai harum-haruman
4)        Membunuh atau memburu binatang darat
5)        Mencabut atau memotong pepohonan yang tumbuh di tanah haram
6)        Menikah, menjadi wakil nikah atau meminang
Ada beberapa hikmah yang dapat diambil dari pelaksanaan haji dan umrah, baik dari aspek waktu maupun pelaksanaannya. Di antara hikmah-hikmahnya (Karman, 2001 : 115-116) adalah sebagai berikut :
a.         Dalam pelaksanaan ihram, manusia dilatih untuk dapat mengendalikan hawa nafsu, khususnya syahwat, perbuatan-perbuatan dosa, dan hal-hal yang menyenangkan dirinya (hedonis).
b.         Dalam pelaksanaan thawaf, ka’bah merupakan simbol monoteisme (tauhid). Melakukan thawaf disekeliling ka’bah merupakan simbol bahwa segala usaha kegiatan hidup manusia didunia ini tidak akan pernah lepas dari pengawasan dan kekuasaan Allah. Dengan dzikir ketika thawaf yang disertai penghayatan yang mendalam, diharapkan akan tertanam dalam jiwa orang yang membacanya kesadaran bahwa manusia itu sangat lemah. Di sini orang akan menganggap bahwa manusia tidak layak berlaku sombong dan angkuh.
c.         Ibadah sa’i antara Shafa dan Marwah mengingatkan sejarah perjuangan Siti Hajar ketika mencari air. Ini mengisyaratkan bahwa orang yang haji diharapkan memiliki etos kerja tinggi, tidak boleh berpangku tangan, mengharap rezeki datang dari langit.
d.        Wukuf diarafah bisa disebut sebagai malam perenungan. Arafah sendiri berarti pengalaman. Maksudnya, orang yang melakukan haji dan umrah diharapkan dapat mengenal jati dirinya, menyadari segala kesalahannya dan bertekad untuk tidak mengulanginya.
e.         Melempar jumrah terkait erat dengan kisah ibrahim ketika melempar setan. Hal ini dimaksudkan agar orang yang melakukan haji dan umrah memiliki tekad dan semangat untuk tidak terbujuk rayuan setan yang merusak dunia ini.
f.          Bermalam di mina dan muzdalifah dan diistilahkan malam istirahat dari rangkaian ibadah haji. Disini orang dapat memulihkan kondisi yang sangat lelah. Ini sebagai isyarat bahwa manusia memerlukan waktu istirahat dalam hidup; tidak selamanya bekerja  sampai tidak ingat menjaga kondisi badan.
g.         Dalam tahallul terkadang ajaran agar manusia mampu mengendalikan sifat pembawaannya. Tahallul diibaratkan sebagai lampu hijau yang mengisyaratkan kendaraan boleh berjalan kembali setelah untuk sementara diharuskan berhenti.
h.         Khusus untuk ibadah umrah, ibadah ini memberi kesempatan yang sangat leluasa kepada kaum muslimin untuk mengunjungi ka’bah karena waktunya tidak ditentukan.
Diantara hikmah diatas, melaksanakan haji dan umrah memiliki hikmah yang lain pula, diantaranya yaitu untuk meningkatan iman dan takwa kepada Allah SWT, meningkatkan sifat sabar dalam diri, menambahkan jiwa tauhid yang tinggi, membina ukhuwah persatuan dan kesatuan umat Islam, dll.
      
Referensi

Al-Habsyi, Muhammad Bagir, 1999. Fiqih Praktis Menurut Al-Quran, As-Sunnah dan Pendapat Para Ulama. Bandung: Mizan.
Al-Jamal, Ibrahim Muhammad, 1999. Fiqih Muslimah Ibadat-Mu’amalat. Jakarta: Pustaka Amani..
Ardani, M. 2008. Fikih Ibadah Praktis. Jakarta: PT Mitra Cahaya Utama.
Ayyub, Hasan. 1983. Pedoman menuju haji mabrur. Jakarta: Wahana PT. Dinamika Karya.
Guru PAI SD Departemen Agama, 1996. Modul Fikih SD. UT Jakarta: Departemen Agama.
Guru, Tim Bina Karya, 2009. Bina Fikih Kelas V. Jakarta: Erlangga.
Guru, Tim Bina Karya, 2009. Bina Fikih Kelas VI. Jakarta: Erlangga.
Haroen, Nasrun, 2007. Fiqih Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Karman, H, 2001. Materi Pendidikan Agama Islam. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Munawaroh, Djunaedatul. 2011. Bahan Ajar PLPG Pendidikan Agama Islam. Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Nurzaman. 2008. Pendidikan Agama Islam FIQIH Madrasah Ibtidaiyah kelas V.Semarang : Karya Toha Putra.
Shobur, Abdus. 2009. Pendidikan Agama Islam FIQIH Madrasah Ibtidaiyah kelas VI.Semarang : Karya Toha Putra.
Ubaidillah, Luthfi dan Razak, Fajar.2006. Pelajaran FIQIH untuk madrasah Tsanawiyah.Depok : Arya Duta.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar